Kadang, aku senang sekali berpikir seperti ini ...
Seandainya sekarang ibuku berumur empat belas tahun, tentunya sepantaran dengan usiaku, aku pasti akan mengajaknya untuk berteman. Jika Ibu tidak mau berteman denganku, maka aku tidak akan menyerah. Aku akan terus membujuknya, merayunya agar mau menjadi sahabatku.
Setiap hari akan aku ceritakan padanya semua lelucon yang aku tahu. Aku berusaha membuatnya tertawa.
Jika Ibu tidak tertawa, aku akan tetap bercerita hal-hal menarik lainnya. Entah Ibu suka atau tidak suka. Aku akan menjadi pengikut setianya. Mengikuti gaya bicaranya, gaya berpakaiannya, dan gaya berpikirnya.
Dan, jika pada akhirnya ibuku mau berkawan denganku, aku akan selalu tertawa apabila Ibu tertawa. Aku juga akan menangis apabila Ibu menangis. Aku akan berusaha untuk selalu ada saat seluruh dunia menjauh dari Ibuku. Aku tidak akan membiarkan ibu sendirian.
Aku akan mengajaknya bermain apapun yang Ibu mau, walaupun aku tidak menyukai permainan yang dipilihnya. Seandainya kami sedang bermain kartu dan Ibu hampir kalah, maka aku akan dengan sengaja menjatuhkan kartuku agar Ibu bisa melihatnya dan membalikkan keadaan. Aku bersedia mengalah untuknya.
Jika Ibu kesulitan mengerjakan PR-nya, maka aku akan bersedia memberikan PR-ku kepadanya agar ia bisa menconteknya. Aku bersedia menjadi kalkulatornya. Aku bersedia menjadi kamus untuknya. Demi Ibuku.
Kau tidak akan tahu betapa semua itu tidak akan cukup untuk membalas budi pada Ibumu. Kau tidak akan bisa menggantikan kasih sayangnya. Kau tetap tidak akan bisa membayarnya.
With Love,
Tiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar